Rabu, 27 April 2011

Presiden Bukan, Pahlawan Bukan

Presiden bukan, pahlawan nasional bukan, Dia adalah Syafruddin_Prawiranegara, yang dewasa ini diperingati seabad kelahirannya.Panitianya dipimpin bukan oleh keluarga, melainkan beberapa tokoh politik Islam, seperti M. Fatwa dan Lukman Hakiem.Terdapat dua gugatan dalam peringatan tersebut:pertama, pengakuan bahwa ia pernah jadi Presiden Indonesia. dan kedua, kenapa Sjafruddin tidak kunjung diangkat sebagai pahlawan nasional.

 Enam tahun silam, saya telah menulis, Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah Presiden RI keenam, melainkan kedelapan, karena ada dua orang yang tidak dihitung, yakni SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA dan ASSAAT.
Sementara itu, usul Sjafruddin Prawiranegara sebagai pahlawan nasional, yang sudah diajukan beberapa tahun silam, lolos dari Departemen Sosial, tapi tidak disetujui Presiden.

KETUA PDRI (Pemerintah Republik Darurat Indonesia)
Akhir 1948, Belanda melakukan agresi militer kedua. Sukarno-Hatta mengirimkan telegram, "Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu- Kota Jogjakarta.Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara.

Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatra." Telegram itu tidak sampai ke Bukittinggi saat itu, tapi Sjafruddin Prawiranegara telah mengambil inisiatif senada.
Dalam rapat di sebuah rumah di dekat ngarai Sianok, Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government).Gubernur Sumatera Mr T.M. Hasan menyetujui usul itu "demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara".

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki "penyelamat Republik".
Dengan mengambil lokasi "somewhere in the jungle" di daerah Sumatera Barat, dibuktikan Republik Indonesia masih eksis, meskipun Sukarno-Hatta ditangkap Belanda di Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Ketua PDRI dan kabinetnya terdiri atas beberapa orang menteri. Meskipun istilah yang digunakan waktu itu "ketua", kedudukannya sama dengan presiden.Sjafruddin menyerahkan mandatnya kemudian kepada Presiden Sukarno pada 13 Juli 1949 di Yogyakarta.

Dengan demikian, berakhir riwayat PDRI yang selama kurang-lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan dari agresor Belanda yang ingin kembali berkuasa.  

RIS (Republik Indonesia Serikat)
Dalam perjanjian (Konferensi Meja Bundar) yang ditandatangani di Belanda pada 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri atas 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia, di samping Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.

Karena Sukarno dan Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, berarti terjadi kekosongan pemimpin Republik Indonesia. Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Peran Assaat sangat penting.
Kalau tidak ada RI saat itu, berarti ada kevakuman dalam sejarah Indonesia, RI pernah menghilang walau kemudian muncul lagi.

Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan. Selama memangku jabatan, Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. "Menghilangkan Assaat dari realitas sejarah kepresidenan Republik Indonesia sama saja dengan tidak mengakui Universitas Gadjah Mada sebagai universitas negeri pertama yang didirikan oleh Republik Indonesia," ujar Bambang Purwanto dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar sejarah UGM.  

<span>Alasan Penolakan</span>
Semasa pemerintahan SBY, enam foto Presiden telah dipampang di dinding Istana Negara, tidak termasuk Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat. Alasan penolakan yang pernah saya dengar dari ahli sejarah tata negara Ananda Kusuma adalah Sjafruddin menjadi kepala pemerintahan semasa PDRI, bukan kepala negara.

Menurut saya, dalam jabatan yang disebutnya sebagai Ketua PDRI, Sjafruddin menjalankan tugas dan wewenang presiden merangkap perdana menteri karena Presiden Sukarno ditawan Belanda. Belanda seharusnya tidak berunding dengan Sukarno, melainkan dengan Sjafruddin. Namun lokasi pemerintahan Sjafruddin berpindah-pindah sehingga jauh lebih mudah bagi Belanda menghubungi Sukarno yang sedang mereka tahan.

Perundingan Belanda dengan Sukarno yang dalam tawanan tersebut diprotes oleh Sjafruddin dan juga Jenderal Sudirman sehingga menjadi kontroversi. Penolakan terhadap Assaat karena ia menjadi acting Presiden RI yang disetarakan dengan Pejabat Presiden sewaktu Sukarno pergi ke luar negeri. Leimena pernah beberapa kali menjadi Pejabat Presiden. Sesungguhnya kedua kasus ini berbeda. Walaupun berkunjung ke mancanegara, Sukarno tetap menjadi Presiden RI.

Sementara itu, ketika Assaat menjadi acting Presiden RI, Sukarno tidak lagi menjadi Presiden RI, tapi Presiden RIS. Alasan penolakan Sjafruddin Prawiranegara sebagai pahlawan nasional adalah ia pernah terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia dan Republik Persatuan Indonesia. Sebetulnya M. Natsir juga tersangkut kasus yang sama. Kenapa M. Natsir ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2008, sedangkan Sjafruddin Prawiranegara tidak?
Judul kolom di atas adalah kenyataan hari ini yang sebetulnya dapat diubah oleh Presiden yang berkuasa sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar